Karo, Sumatera Utara – Rabu, 25 Juni 2025
Aktivitas tambang ilegal kembali marak di kawasan kaki Gunung Sibayak, tepatnya di wilayah Kota Tengah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Praktek pengalihan lahan tambang secara ilegal ini memicu kekhawatiran serius dari berbagai pihak, mengingat potensi bencana besar yang dapat terjadi jika kawasan pegunungan aktif seperti Sibayak terus diganggu tanpa kajian dan izin resmi.
Saat tim awak media PejuangInformasiIndonesia melakukan konfirmasi di lapangan pada Rabu (25/6), terlihat aktivitas alat berat dan kegiatan pengerukan tanah secara terang-terangan. Namun mirisnya, tidak ditemukan satu pun plang informasi proyek ataupun dokumen izin resmi seperti izin reklamasi atau izin usaha pertambangan (IUP).
Ketika awak media mencoba menggali informasi lebih lanjut dari salah satu penjaga di pintu masuk lokasi, yang bersangkutan tidak mampu menunjukkan dokumen izin dan justru tampak menghindar dari pertanyaan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas tambang yang berlangsung merupakan kegiatan ilegal.
“Kami sangat khawatir, karena penggalian tanah di kaki Gunung Sibayak yang tidak dikendalikan dapat mengganggu kestabilan struktur tanah dan memicu longsor besar seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu,” ujar salah satu warga sekitar yang enggan disebutkan namanya.
Potensi Bencana Nyata di Depan Mata
Gunung Sibayak merupakan kawasan pegunungan aktif dengan karakteristik tanah vulkanik yang rentan terhadap erosi dan pergeseran tanah. Penggalian ilegal di sekitarnya bukan hanya merusak ekosistem, tapi juga bisa menciptakan malapetaka besar berupa longsor, banjir bandang, hingga runtuhnya struktur gunung.
UU yang Dilanggar dan Ancaman Hukuman
Berdasarkan penelusuran sementara, praktek tambang ini terindikasi melanggar berbagai Undang-Undang, antara lain:
1. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba):
Pasal 158:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).”
2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
Pasal 109:
“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).”
Pasal 98 ayat (1):
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dipidana dengan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.”
Desakan untuk Penegakan Hukum
Masyarakat dan pegiat lingkungan mendesak aparat penegak hukum — termasuk Polda Sumatera Utara, Dinas ESDM, dan KLHK — untuk segera melakukan penyelidikan serta menghentikan segala aktivitas tambang ilegal tersebut sebelum menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki.
“Kalau ini dibiarkan, bukan cuma lingkungan rusak, nyawa pun bisa melayang,” kata aktivis lingkungan dari Karo Green Foundation.
Kesimpulan:
Praktek tambang ilegal di kaki Gunung Sibayak merupakan ancaman nyata bagi lingkungan, keselamatan warga, dan kelangsungan hidup ekosistem. Penegakan hukum yang tegas dan transparan mutlak diperlukan agar Sumatera Utara tidak kembali dirundung malapetaka akibat kelalaian dan pembiaran aktivitas ilegal.
Pejuang informasi Indonesia. Melaporkan