INHU – Galian C jenis tanah uruk semakin marak di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu). Aktivitas ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan proyek pengerjaan bahu jalan, baik untuk jalan provinsi maupun jalan kabupaten. Sayangnya, sejumlah kuari muncul secara dadakan dan disinyalir beroperasi tanpa izin.
Salah satu kuari tanpa izin berada di Desa Talang Perigi, Kecamatan Rakit Kulim, yang diketahui milik Rajiskan, mantan Kepala Desa Petonggan. Kuari ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan tanah uruk proyek pembangunan jalan Petonggan-Lubuk Sitarak, yang didanai oleh APBD Kabupaten Indragiri Hulu dengan alokasi anggaran sebesar Rp 4.852.641.269. Proyek ini dilakukan oleh PT DPM, sesuai informasi yang tercantum pada papan proyek.
Kuari Tak Berizin dan Dugaan Kelalaian Kontraktor
Rudi Walker, Ketua Komando Garuda Sakti Aliansi Indonesia, menyoroti hal ini. Ia mempertanyakan prosedur kerja PT DPM yang memenangkan tender proyek jalan kabupaten sebanyak dua paket, termasuk proyek dengan nilai lebih dari Rp 11 miliar. “Jika kontraktor tidak memastikan kelengkapan izin Galian C, artinya mereka mengabaikan aturan yang berlaku. Kami menduga proyek ini dikerjakan asal-asalan,” ujar Rudi, Sabtu (23/11/2024).
Pelaksana proyek dari PT DPM, Dedeng, saat ditemui wartawan di lapangan, membenarkan bahwa tanah uruk diambil dari warga setempat dengan pola borongan per mobil. “Satu mobil kami bayar Rp 250 ribu jika menggunakan mobil kami, dan Rp 300 ribu jika menggunakan mobil mereka sendiri,” ungkap Dedeng. Namun, saat ditanya soal izin Galian C, Dedeng menyatakan tidak mengetahui dan menyerahkan urusan itu kepada pihak penyedia tanah.
Desakan Penegakan Hukum
Menurut Rudi Walker, kelalaian kontraktor dalam memastikan legalitas sumber material dapat berdampak buruk pada keberlangsungan proyek dan menimbulkan kerugian bagi daerah. “Kami meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas kuari-kuari ilegal, terutama yang berada di Desa Talang Perigi,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar kejadian seperti ini tidak dibiarkan berlarut-larut, mengingat dampaknya yang bisa merugikan lingkungan dan masyarakat, seperti yang pernah terjadi di daerah lain.
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Rajiskan, pemilik kuari, dan Wawan, operator alat berat, belum membuahkan hasil. Keduanya tidak merespons panggilan telepon dari tim wartawan.
(Tim)