Siak, Riau – Dunia pertambangan galian C di Kabupaten Siak kembali jadi sorotan. Aktivitas kuari tanah timbun milik pengusaha Edi di Desa Keranji Guguh, Kecamatan Koto Gasib, terpaksa terhenti total selama tiga bulan terakhir. Ironisnya, bukan karena faktor teknis atau aturan resmi pemerintah, melainkan karena serbuan galian liar yang justru seolah dibiarkan hidup subur di lapangan.
Dugaan praktik pembiaran terstruktur menyeruak, di mana keberadaan galian liar ini disinyalir menjadi “ladang angpao basah” yang melibatkan oknum LSM, media, bahkan aparat penegak hukum (APH) di daerah. Fenomena ini semakin mempertegas aroma permainan kotor dalam bisnis galian C di Siak.
Saat dikonfirmasi via WhatsApp, Edi selaku pemilik kuari resmi dengan tegas mengungkapkan kekecewaannya.
“Saya sudah tiga bulan berhenti operasi, sementara galian liar berjalan terus tanpa hambatan. Saya menilai aparat di daerah ini sudah lelah menegakkan aturan. Kami mohon Mabes Polri dan Panglima Jenderal TNI dari pusat turun tangan. Kalau tidak, pengusaha yang punya izin resmi akan mati pelan-pelan karena diperas persaingan tidak sehat,” ungkapnya.
Edi juga menyinggung adanya pola setoran bulanan dari para pelaku galian liar kepada oknum-oknum tertentu, sehingga aktivitas ilegal tetap lancar tanpa tersentuh hukum. Hal ini membuat kuari resmi justru tertekan karena harus tunduk pada aturan dan kewajiban pajak, sementara pesaing ilegal menikmati “jalan tol” dengan imbalan angpao.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar: apakah APH di Riau benar-benar lelah menegakkan aturan, atau ada “kepentingan basah” yang sengaja dipelihara?
Kasus Edi hanyalah salah satu potret kecil dari problem besar tambang galian di Riau. Jika aparat pusat tidak turun tangan, dikhawatirkan praktik liar ini akan semakin merajalela dan menimbulkan kerugian negara, kerusakan lingkungan, serta matinya usaha legal yang taat aturan.
(Tim Redaksi | PejuangInformasiIndonesia.com)
Berani Bongkar Fakta, Suarakan Kebenaran!