Pekanbaru, Riau — Suasana santai di sebuah kafe di Sentral Plaza, Jalan Ahmad Yani, Pekanbaru, mendadak berubah serius pada 2 Oktober 2025. Seorang wanita paruh baya berinisial I, belakangan diketahui bernama Ilas Novera, tiba-tiba menghampiri meja tempat sejumlah aktivis LSM, media, dan pengacara tengah berdialog membahas persoalan hukum.
Dengan mata berkaca-kaca, Ilas Novera mengaku tengah menghadapi sengketa lahan bernilai miliaran rupiah di kawasan Jalan Air Hitam, Kelurahan Labuh Baru Barat, Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru. Ia mengadukan bahwa hingga kini tanah miliknya belum mendapat pelunasan ganti rugi, dan dirinya mengaku tidak memiliki dana untuk menempuh jalur hukum.
“Tim sempat tanya apakah beliau butuh bantuan hukum, dan beliau menjawab sangat butuh, tapi tidak punya dana,” ujar ILAS NOVERA, Anto Sitepu, Pimpinan Media PejuangInformasiIndonesia.com, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut bersama Sekretaris DPD LSM PENJARA INDONESIA Provinsi Riau, Jhon Hendra Wilson Purba.
Ilas Novera bahkan sempat menyampaikan janji yang cukup mengejutkan — apabila persoalan tanahnya bisa diselesaikan, ia bersedia membangun sebuah masjid senilai Rp1 miliar sebagai bentuk rasa syukur.
Beberapa hari berselang, 8 Oktober 2025, Ilas Novera mengantarkan meninjau langsung lokasi tanah yang disengketakan. Dalam kunjungan itu, Ilas sempat menyebut bahwa pembeli lahan tersebut adalah seorang Warga Negara Asing (WNA) bernama Johnson.dan tim meminta no HP pembeli tanah untuk dapat di konfirmasi dan lalu ILAS NOVERA memberikan No HP WA pembeli
Mendengar hal tersebut, Anto Sitepu melakukan konfirmasi langsung melalui pesan dan telepon kepada pihak Johnson.
“Selamat pagi Pak Johnson, saya Anto Sitepu dari Media PejuangInformasiIndonesia.com. Maaf Pak, saya mau tanya menyoal laporan dari aspirasinya masyarakat bernama Ibu Ilas Novera. Benarkah tanah milik beliau sudah diganti rugi oleh Bapak? Lokasinya di daerah Air Hitam, Pak?”
Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada tanggapan resmi dari pihak Johnson terkait dugaan pembelian lahan tersebut.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan nilai transaksi yang disebut mencapai miliaran rupiah dan dugaan adanya oknum tertentu yang bermain di balik proses jual beli tanah tersebut. Pihak LSM dan media kini tengah mengumpulkan bukti tambahan untuk menelusuri siapa sebenarnya yang diuntungkan dalam perkara ini.
“Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas,” tegas Jhon Hendra Wilson Purba kepada awak media.
Namun, situasi berbalik mengejutkan. Beberapa jam setelah konfirmasi dilakukan, tim media menerima pesan dari Ilas Novera yang justru meminta agar komunikasi dengan pihak Johnson dihentikan.
Isi pesannya berbunyi:
“Mf ya bg, jangan bikin masalah aku jadi gak karuan, ngapain di WA Pak Johnson. Pak Johnson beli tanah aku, bukan aku yang beli tanah dia. Gak usah lah bg di WA orang. Aku kan gak ada kasih kuasa ke abg. Mohon maaf, jangan Bapak hubungi Pak Johnson lagi, gak ada izin dari aku. Terima kasih.”
Pernyataan mendadak tersebut sontak membuat tim media dan LSM terkejut. Sebab, sebelumnya Ilas Novera sendiri yang memberikan data dan meminta pendampingan hukum.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar:
Apakah Ilas Novera benar-benar korban, atau justru memberikan keterangan palsu demi kepentingan tertentu?
Beberapa anggota tim bahkan menduga adanya indikasi manipulasi informasi dalam pengakuan Ilas sebelumnya.
“Kami menduga ada keterangan tidak sesuai fakta yang disampaikan kepada kami. Ini akan kami telusuri lebih lanjut agar terang benderang,” ujar salah satu anggota tim investigasi LSM PENJARA INDONESIA.
Kasus tanah bernilai miliaran rupiah ini kini menjadi sorotan tajam publik dan aktivis hukum di Riau. LSM dan media berkomitmen untuk membuka tabir dugaan permainan di balik transaksi tanah tersebut, termasuk menelusuri siapa sosok WNA yang disebut-sebut sebagai pembeli.
Jika terbukti ada pihak yang memberikan keterangan palsu atau melakukan manipulasi hukum, maka dapat dijerat dengan Pasal 242 KUHP tentang keterangan palsu di depan umum, dengan ancaman pidana penjara hingga 7 tahun.
Kasus ini masih terus dikembangkan. Masyarakat pun menunggu langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk memastikan keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.
(Tim)