Kampar, Riau — Dugaan praktik ilegal kembali mencuat dari wilayah Kabupaten Kampar. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada seorang oknum Kepala Desa Balung Muhammad Ujud, Kecamatan XIII Koto Kampar, yang diduga kuat telah mengeluarkan puluhan Surat Keterangan Tanah (SKGR) di kawasan hutan lindung. Praktik ini terkuak setelah seorang warga, yang enggan disebutkan namanya, memberikan keterangan mengejutkan kepada tim media pejuanginformasiIndonesia.com,
Warga tersebut mengaku telah membeli puluhan hektare kebun di Desa Balung dengan keyakinan bahwa tanah tersebut sah secara administrasi. Keyakinan itu didasarkan pada kelengkapan surat yang ia miliki, termasuk surat ibah dan SKGR yang dikeluarkan langsung oleh perangkat Desa Balung.
“Saya sangat kecewa. Saya membeli tanah di daerah Desa Balung itu karena yakin tidak bermasalah. Semua surat menyatakan legal, bahkan surat dari desa pun saya miliki. Tapi setelah saya melihat konferensi pers dari pihak kepolisian di areal tersebut, barulah saya sadar ternyata tanah saya berada di kawasan hutan lindung dan surat-surat itu ternyata tidak sah,” ungkap warga tersebut dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, warga itu menyatakan bahwa ia mengalami kerugian hingga miliaran rupiah akibat transaksi pembelian lahan tersebut. Ia merasa tertipu dan menuntut pertanggungjawaban pihak-pihak yang terlibat, khususnya oknum aparat desa yang diduga mengeluarkan surat ilegal.
Informasi ini menjadi perhatian serius setelah pihak kepolisian, khususnya dari Polda Riau, melakukan konferensi pers di lokasi yang dimaksud. Dalam kegiatan tersebut, sejumlah fakta mengenai keberadaan lahan di kawasan hutan lindung dan indikasi pemalsuan dokumen terkuak di hadapan publik.
Praktik penerbitan SKGR di kawasan hutan lindung jelas melanggar aturan hukum yang berlaku. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perambahan dan pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana. Jika terbukti, maka oknum kepala desa dan pihak-pihak terkait dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun serta denda hingga Rp 5 miliar.
Kasus ini pun memicu kekhawatiran warga lainnya yang telah membeli lahan di wilayah serupa. Mereka berharap adanya investigasi menyeluruh oleh aparat penegak hukum guna mengungkap jaringan praktik mafia tanah yang kian meresahkan masyarakat.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemerintah Desa Balung maupun Kecamatan XIII Koto Kampar. Tim media akan terus melakukan penelusuran dan mengawal kasus ini demi keadilan dan perlindungan hak masyarakat.
[Redaksi]